Merespons Perubahan dan Merefleksikan Kembali Kelahiran NU

105

perjuangan politik Masyumi. Apalagi presiden Soekarno

pernah menantang kelompok Islam untuk membuktikan

bahwa aspirasi tersebut adalah benar aspirasi muslim

secara luas melalui pemilihan umum. Menurut Gus Yahya,

jika NU tidak keluar dari Masyumi pada saat itu kelompok

Islam menjadi utuh dan menjadi satu-satunya partai politik

yang mewakili seluruh umat Islam di Indonesia. Dengan

demikian, Partai Masyumi akan menjadi pemenang

mutlak Pemilu 1955 dan upaya untuk mengembalikan

tujuh kata dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

akan berjalan mulus. Namun, keputusan NU keluar dari

Masyumi membuat partai tersebut hanya memperoleh

suara 30% dan NU sendiri memperoleh 18% suara.

Selebihnya suara umat Islam tersebar ke dalam beberapa

partai politik Islam yang ikut keluar bersama NU. Jika

digabung semuanya, suara partai Islam akan menjadi

mayoritas mutlak di parlemen.

Ideologi Tunggal Pancasila

Pemaksaan penerapan ideologi tunggal Pancasila oleh

Orde Baru pada 1980an juga menjadi tonggak penting bagi

perkembangan NKRI. NU tak luput dari gejolak internal

dalam menyikapi kebijakan tersebut. Wacana ini mulai

bergulir pada awal 1980an dan memuncak pada 1985

dengan disahkannya UU Nomor 3/1985 pada 19 Februari

1985 yang mengharuskan Pancasila sebagai asas tunggal

bagi setiap organisasi pada saat itu. Bahkan Gus Dur yang

dianggap memiliki pemikiran yang terbuka tidak setuju

dengan kebijakan asas tunggal Orde Baru. Hal ini juga

terjadi pada Gus Mus. Kiai Ali Ma’shum sebagai Rais ‘Aam

PBNU ketika itu sempat bingung menyikapi kebijakan

tersebut. Namun, Kiai Ali Ma’shum menjadi lebih percaya

diri setelah istisyarah kepada Kiai Hamid Kajoran yang